Jumat, 30 Desember 2016

Pak, Mah. Saya bangga!

Assalamualaikum Wr.Wb.
Nama saya I Anna Tul Munikhah. Terlahir dari pasangan H.Dadang Supriatna dan Hj. Koriyati.  Saya anak kedua dari empat bersaudara. Kakak saya, Luluk Wijayanti lahir pada tahun 1991 silam, adik saya Tarmizi Taher dan Mochammad Zia Ul-Haq yang masing-masing lahir pada tahun 1998 dan 2003. Saya sendiri lahir pada tanggal 09 November 1995 di Jakarta.

Disini saya akan sedikit bercerita mengenai keluarga saya. Saya jarang sekali terbuka menceritakan keluarga saya kepada orang lain, mungkin hampir semua orang juga begitu, karena keluarga adalah bagian yang sangat privasi bagi setiap orang. Tapi saat ini, Saya ingin mencurahkan semua isi hati saya disini. Isi hati tentang betapa bangganya saya dilahirkan dari seorang ayah dan ibu yang sangat luar biasa hebat.

Ayah saya, Dadang Supriatna [yang biasa saya memanggilnya dengan sebutan bapak] adalah seorang yang amat pekerja keras. Bapak bukan terlahir dari keluarga mampu ataupun berkecukupan. Bahkan sehari hanya sekali makanpun sudah sangat disyukuri olehnya. Bapak juga bukan orang yang memiliki gelar di namanya, bukan orang yang memiliki pekerjaan tetap ataupun keren di perusahaan ataupun kantor-kantor besar, bukan orang penting di kalangan masyarakat seperti pejabat semacam ketua RT, RW, Lurah ataupun presiden, bukan tokoh masyarakat ataupun ustadz di kalangan rumah, bukan orang yang ahli agama dan pandai mengaji. Bukan! Bapak saya jauh dari itu semua. Bapak saya, mungkin terbilang hanya orang biasa. Bapak saya tidak mengenyam pendidikan tinggi, beliau hanya lulusan SMP yang selalu bermimpi ingin melanjutkan pendidikannya sampai jenjang sarjana, magister, doktor ataupun profesor. Tapi diluar itu semua, saya sangat kagum dan bangga telah terlahir dari seorang ayah seperti beliau. Bapak, dari kecil sudah bekerja keras untuk menghidupi dirinya pribadi dan adik-adiknya. Beliau sepulang sekolah selalu berjualan makanan, minuman ataupun barang-barang lainnya yang bisa dijual. Berjualan dari bis satu ke bis yang lain, dari angkutan 1 ke angkutan yang lain, berjuang dengan sekuat tenaga tanpa henti dan tanpa lelah hanya untuk mencari sesuap nasi. Bapak saya tinggal di daerah perkampungan di Pamanukan, Jawa Barat. Pada saat usianya menginjak kira-kira 17 tahun, bapak saya merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan yang kata orang lebih layak dari kota kelahirannya. Mencoba beradu nasib dengan teman-teman sebayanya. Tidak tinggal bersama keluarga, tidak dapat biaya dari orangtuanya, semuanya dilakukannya sendiri. Tidak berselang lama dari kepindahannya ke jakarta, Bapak saya kemudian kerja di salah satu Perusahaan Motor dan Mobil yang cukup terkenal di Indonesia. Bukan diterima kerja sebagai bagian yang penting seperti staff kantor, supervisor, HRD, manager, apalagi direktur. Bapak saya disana hanya sebagai “blue collar” alias pekerja fisik (buruh pabrik) yang kerjanya merakit komponen mobil. Hidup di jakarta yang hanya bekerja sebagai buruh pabrik tidak cukup baginya, alhasil bapak saya mengaplikasikan bakat berdagangnya yang telah terlatih sejak kecil itu, di pabrik. Jadi beliau bekerja di pabrik sambil berjualan apapun yang dapat dijual untuk menambah uang sakunya. Dan alhamdulillah tidak terduga, barang yang dijual oleh bapak selalu laku keras dan mendapat keuntungan yang cukup lumayan.

Bekerja dan tinggal lama di Jakarta, akhirnya bapak menemukan jodohnya. Jodohnya adalah seorang gadis bernama Koriyati kelahiran Lamongan, 23 November 1966 yang juga seorang perantau dan tinggal sendiri di Jakarta. Kata orang sih jodoh memang jorok, dapat ditemukan dimana saja. [Saya tidak akan menceritakan panjang lebar tentang kisah kasih kedua orangtua saya bertemu dan akhirnya menikah di part ini, mungkin akan diceritakan di part selanjutnya nanti]. 

Menikah pada tahun 1990 dan melahirkan anak pertamanya Luluk Wijayanti tahun 1991, membuat bapak semakin semangat untuk bekerja lebih giat. Bapak masih menjadi buruh pabrik dan berjualan di pabrik, dan mamah saya hanya ibu rumah tangga yang juga membuat warung kecil di rumahnya. Warung yang sejak saat itu sangat jarang sekali ditemui di kalangan rumahnya (Muara Baru, Jakarta Utara), membuat warung tersebut alhamdulillah ramai dikunjungi dan mendapat keuntungan 2 sampai 10 kali lipat dari harga aslinya. Bapak dan mamah saya memiliki tujuan hidup yang sama, menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi dan menjadi orang yang sukses. Uang dari gaji bapak saya sebagai buruh pabrik digunakan untuk keperluan sehari-hari, dan uang dari hasil bapak berjualan di pabrik dan hasil mamah berjualan di rumah ditabung dan dibelikan aset untuk masa depan anak, katanya.
Tahun 1996, Perusahaan tempat bapak kerja membuka cabang produksi baru di daerah Cikampek, Jawa Barat yang otomatis memindahkan bapak untuk bekerja di daerah tersebut.  Sama halnya dengan di Jakarta, mamah saya kembali mencoba mencari peruntungan di dunia dagangnya. Mamah saya membuka warung kelontong (sembako) di rumahnya sambil mengurus kedua anaknya yang baru berumur 5 dan 1 tahun. Tahun 1997 (kalau tidak salah), bapak ditawarkan kerja di negara sakura (Jepang) dan mendapatkan tawaran gaji yang cukup menggiurkan. Tapi mamah melarang bapak untuk bekerja diluar karena kondisi anak yang masih kecil dan butuh perhatian dari kedua orangtua, alhasil bapak tidak menerima tawaran pekerjaan itu. Kemudian pada Tahun 1998 terjadi krisis moneter di Indonesia yang menyebabkan banyak karyawan di PHK dari pekerjaannya termasuk bapak saya. Pada tahun tersebut juga berbarengan dengan kelahiran anak ketiga mereka, Tarmizi Taher.

Pemberhentian bapak saya dari pekerjaannya membuat bapak dan mamah saya mencoba fokus saja di dunia dagangnya. Akhirnya mereka memperluas warungnya, Dan kembali lagi Alhamdulillah, Allah SWT Maha Pemberi Rezeki jika kita mau berusaha, warung yang didirikan oleh kedua orangtua saya ramai dibanjiri oleh pembeli. Dan pada tahun 2004 (kalau tidak salah), orangtua saya membuka cabang warung baru di dekat daerah rumah, tidak jauh dengan warung yang sebelumnya. Orangtua saya tidak pernah membayangkan akan memiliki dua warung (yang orang lain melabelnya, “Toko H.Dadang”) yang cukup diramaikan dengan pembeli. Hingga akhirnya pada tahun 2006, orangtua saya menunaikan rukun islam yang ke 5, yang juga tidak pernah terbayangkan oleh mereka. Ada cerita menarik di dalam pemberangkatan mereka. Mamah saya, yang dari dulu sudah berkerja keras membuka warung kecil-kecilan, tidur hanya 2 sampai 3 jam saja sehari, di tengah malam saat bekerja membungkus “es batu” (mamah saya dulu jualan es batu, hehe), mamah saya berdoa kepada Allah SWT yang secara dideskripsikan doanya adalah begini, “Ya Allah, hamba rela kerja keras seperti ini untuk menghidupi keluarga dan anak2 saya, tapi saya mohon 1 permintaan yang terdalam kepada-Mu, berilah saya kesempatan untuk menunaikan rukun islam yang ke-5, berkunjung ke rumah-Mu minimal saat saya berusia 40 tahun”. Itulah deskripsi doa mamah saya di tengah malam tersebut. Dan alhamdulillah, doa mamah saya dikabulkan. Tidak hanya itu, bapak saya (yang memang selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT lewat mimpi), dimimpikan untuk harus segera naik haji di tahun 2006. Alhasil, Tahun 2006 (mamah lahir tahun 1966, kebetulan cocok dengan doanya yang menginginkan usia 40 tahun), orangtua saya diberikan kesempatan oleh Allah untuk menunaikan ibadah haji dengan jalan yang sangat mulus. Orang-orang lain banyak yang ditunda keberangkatannya karena terlalu banyak pendaftar, sampai diberangkatkan 1 sampai 10 tahun berikutnya, tapi beda halnya dengan kedua orang tua saya yang mungkin bisa dibilang haji panggilan (yang terpanggil lewat mimpi), baru saja sekali daftar langsung diberangkatkan tahun itu juga. [Disini saya tidak akan menceritakan banyak mengenai kisah mereka selama di Mekkah dengan segala keajaiban-Nya, tapi Di part selanjutnya saya akan menceritakannya secara lengkap]. Maha Besar Allah dengan segala ke Agungan-Nya.

Pasti di setiap usaha ada pasang surut, banyak ujian yang menghadang, sama halnya dengan warung yang didirikan oleh orangtua saya.  Saat ini, warung yang dibuka hanya ada 1, dan orangtua saya tidak memiliki karyawan untuk membantu pekerjaan di warung ataupun di rumah. Warung itu didirikan dan dilayani oleh kedua orang tua saya sendiri. Setiap hari dari pagi sampai malam orangtua saya bekerja keras untuk menghidupi anak-anaknya. Saat ini orangtua saya hanya tinggal bersama adik saya yang paling bungsu, Mochammad Zia Ul-Haq yang masih kelas 2 SMP. Ketiga anaknya kuliah dan ngekos diluar, termasuk saya.

Saya selalu menyempatkan waktu untuk pulang ke rumah sesibuk apapun saya di kampus. Karena, setiap saya pulang ke rumah, bertemu langsung dengan kedua orang tua saya, menatap langsung wajah kelelahan mereka, menyaksikan langsung kerja keras bapak saya dari mulai buka warung jam 6 pagi sampai jam 10 malem non stop tanpa istirahat, menatap kedua orangtua saya yang selalu memperlihatkan senyumannya saat anak-anaknya pulang ke rumah,... ketika itu, selalu ada semangat yang kembali membakar diri saya untuk rajin kuliah dan membanggakan kedua orangtua saya di tengah kebosanan saya menuntut ilmu. Selalu ada doa yang kembali termohonkan secara dalam dari benak saya untuk kedua orangtua.

Kami, bukan keluarga yang suka berjalan-jalan, berwisata, makan di restoran, membeli barang-barang mewah yang bermerek, mereka selalu bilang tidak pernah memiliki uang untuk hal-hal tersebut. Tapi jika ditanya oleh anaknya, “pak, mah, saya ingin sekolah, saya ingin kuliah, apakah ada uang untuk membiayainya?”, kedua orangtua saya dengan sigap menjawab “Ada”.
Saya kadang heran dengan kondisi keuangan kedua orangtua saya. Pekerjaan yang mungkin bisa dianggap remeh atau sebelah mata oleh orang lain, latar belakang pendidikan kedua orangtua yang tidak tinggi, tapi mereka bisa mencukupkan seluruh biaya keluarga dan pendidikan ke-empat anaknya dengan hanya modal ‘KERJA KERAS dan DOA”. Semua itu bisa dijalani dan bisa dicapai karena kerja keras mereka dan campur tangan Tuhan. 

Kita harus punya keyakinan, Allah SWT Maha Mencukupkan jika kita mau. Semua harus dijalani. Ada kemauan, usaha, doa, niat. Keajaiban. Percaya Itu.

Saya, I ANNA TUL MUNIKHAH selalu merasa bersyukur dan bangga dilahirkan oleh kedua orangtua seperti kalian!
Mah, Pak.
Mungkin anna gak pernah bisa mengungkapkan secara langsung, selalu diam jika ditanya masa depan, tidak banyak bicara jika di rumah, tapi bapak dan mamah harus tahu, bahwa anna sangat menyayangi kalian dan selalu berusaha keras untuk mencapai impian dan membanggakan mamah dan bapak. Sehat terus ya pak, mah. Panjang umur. Biar bisa liat anak-anaknya sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar