A. Hak Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001)
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
- Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
- Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
- Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif
yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum
merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen atau
pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang
lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
- Fungsi pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain
- Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberikan jaminan kualitas akan produk tersebut.
- Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar.
- Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.
Fungsi merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan
konsumen. Dari segi produsen merek digunakan untuk jaminan nilai hasil
produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudian pemakaiannya, dari pihak
pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari
dan meluaskan pasaran, dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan
pilihan barang yang akan dibeli.
Sedangkan,
Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas.
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas.
1. Dasar Perlindungan Merek
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek (UUM).
Merek
diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud Penetapan
Sementara Pengadilan untuk melindungi Mereknya guna mencegah kerugian yang
lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam
penyelesaian sengketa dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang
Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
2. Lisensi
Pemilik merek terdaftar berhak memberikan
lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa lisensi akan menggunakan
merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian
lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada DJHKI dengan dikenai biaya dan
akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatan
pada DJHKI dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian
lisensi berlaku pada pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
3. Pengalihan Merek
Merek
terdaftar atau dialihkan dengan cara:
1
Perwarisan;
2
Wasiat;
3
Hibah;
4
Perjanjian;
5
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Merek yang Tidak Dapat Didaftar Merek tidak dapat didaftarkan karena merek
tersebut:
Didaftarkan oleh pemohon yang bertikad tidak baik;
- Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum;
- Tidak memiliki daya pembeda;
- Telah menjadi milik umum; atau
- Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.(Pasal 4 dan Pasal 5 UUM)
4. Penghapusan Merek Terdaftar Merek terdaftar dapat dihapuskan
karena empat kemungkinan yaitu:
1
Atas prakarsa DJHKI;
2
Atas permohonan dari pemilik merek yang bersangkutan;
3
Atas putusan pengadilan berdasarkan gugatan penghapusan;
4
Tidak diperpanjang jangka waktu pendaftaran mereknya.
Yang
menjadi alasan penghapusan pendaftaran merek yaitu:
- Merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh DJHKI, seperti: larangan impor, larangan yang berkaitan dengan ijin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
- Merek digunakan untuk jenis barang/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya,termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan pendaftarannya.
5.
Pihak yang Berwenang Menangani Penghapusan dan Pembatalan
Merek Terdaftar
Kewenangan mengadili gugatan penghapusan maupun gugatan
pembatalan merek terdaftar adalah pengadilan
niaga.
6.
Jangka waktu perlindungan hukum terhadap merek terdaftar
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum jangka waktu 10
(sepuluh) tahun dan berlaku surat sejak tanggal penerimaan permohonaan merek
bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek
jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk
jangka waktu yang sama.
7. Perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar
Permohonan perpanjangan pendaftaran merek dapat diajukan secara tertulis
oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.
8.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana di bidang merek
Sanksi bagi orang/pihak yang melakukan tindak pidana di bidang
merek yaitu:
- Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90 UUM).
- Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 91 UUM).
10
Sanksi bagi orang/pihak yang memperdayakan barang atau jasa hasil
pelanggaran
Pasal 94 ayat (1) UUM menyatakan: “Barangsiapa yang
memperdayakan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa
barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 93, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000.,00 (dua
ratus juta rupiah)”
11.
Permohonan Pendaftaran Merek
B. Undang-Undang Hak Merek
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG
MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang
:
a. bahwa di dalam era perdagangan global,
sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi
Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga
persaingan usaha yang sehat;
b. bahwa untuk hal tersebut di atas
diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan
layanan bagi masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam
melaksanakan Undang-undang Merek yang
ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang
Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
Umum
Pasal 2
Merek
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek
Jasa.
Pasal 3
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum
Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut
atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Bagian Kedua
Merek yang Tidak Dapat
Didaftar dan yang Ditolak
Pasal 4
Merek
tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang
beriktikad tidak baik.
Pasal 5
Merek
tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di
bawah ini:
a.
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban
umum;
b.
tidak memiliki daya pembeda;
c.
telah menjadi milik umum; atau
d.
merupakan keterangan atau berkaitan
dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Pasal 6
(1)
Permohonan harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal apabila Merek tersebut:
a.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu
untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis;
c.
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak
sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3)
Permohonan juga harus ditolak oleh
Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.
merupakan atau menyerupai nama orang
terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas
persetujuan tertulis dari yang berhak;
b.
merupakan tiruan atau menyerupai nama
atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau
lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari
pihak yang berwenang;
c.
merupakan tiruan atau menyerupai tanda
atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
BAB III
PERMOHONAN PENDAFTARAN
MEREK
Bagian Pertama
Syarat dan Tata Cara
Permohonan
Pasal 7
(1)
Permohonan diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
a.
tanggal, bulan, dan tahun;
b.
nama lengkap, kewarganegaraan, dan
alamat Pemohon;
c.
nama lengkap dan alamat Kuasa apabila
Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d.
warna-warna apabila merek yang
dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
e.
nama negara dan tanggal permintaan Merek
yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
(2)
Permohonan ditandatangani Pemohon atau
Kuasanya.
(3)
Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau
badan hukum.
(4)
Permohonan dilampiri dengan bukti
pembayaran biaya.
(5)
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih
dari satu Pemohon yang secara bersama -sama berhak atas Merek tersebut, semua
nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat
mereka.
(6)
Dalam hal Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari
Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis
dari para Pemohon yang mewakilkan.
(7)
Dalam hal Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu
ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
(8)
Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
(9)
Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk
dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan
Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 8
(1)
Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang
atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas
yang dimohonkan pendaftarannya.
(3)
Kelas barang atau jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Ketentuan
mengenai syarat dan tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 10
(1)
Permohonan yang diajukan oleh Pemohon
yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik
Indonesia wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2)
Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya
di Indonesia.
C. Latar Belakang Undang-Undang Perindustrian
Terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila sudah ditegaskan pada sasaran utama pembangunan jangka panjang di GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara). Di bidang ekonomi,
sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah
tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta
perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga
produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang
semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu
pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang
merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan
untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang
pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Dengan
memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut,
maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan
sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin
ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat
terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus
pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses
produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu
sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam
rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat. Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat. Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
D. UU No.5/1984
Undang – undang ini berisikan tentang
pengaturan perindustrian yang ada diindonesia. Berikut adalah isi udang-undang
tersebut.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5
TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional
adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan
Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang
di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur
ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri
yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh,
serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang
atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran
pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang
peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara
seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif
serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana
yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di
atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1960 tentang
Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala
kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian
utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut
kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu
kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu
cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat
akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan
kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang
didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi
dalam industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah
atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri
yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri
yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat
produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada
proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah
teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai
tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan
pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah
ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi
menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain
menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah
penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan
dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian
lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber
daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat,
dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah
bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan
serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat
dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara
aktif dalam pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan
devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan
Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas
nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan
strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang
dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan
oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang
lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan
sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri
oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk
memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan
dengan memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan
industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan
proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang
atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi
pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri
dalam negeri terhadap kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri
yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan
dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha
industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi
pertumbuhan produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha
industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa,
peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan
jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan
kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
E. Konvensi Internasional tentang
Hak Cipta.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama
mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa
pemerintahan. Secara
umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam
praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa
perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum
kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah
konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih
dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.
Definisi
Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya, Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar, Diterima oleh seluruh rakyat, Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.
Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya, Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar, Diterima oleh seluruh rakyat, Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.
Perlindungan hak cipta secara
domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi
menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk
mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti
jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga
kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan
hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.
Hasil
karya dari seorang pencipta tentunya akan terlihat berharga jika telah
memiliki hak cipta. Pemberian hak tersebut terkadang tidaklah cukup
bahkan terasa kurang membawa manfaat bagi para pencipta. Hal tersebut
dikarenakan masih banyak saja para pemalsu yang menjiplak hasil karya
seorang pencipta walaupun hak cipta telah ada ditangannya. Perlindungan
terhadap karya cipta sangat dibutuhkan kehadirannya, sehingga kepastian
hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh.Perlindungan hak cipta secara
domestik saja dinilai kurang, oleh karena itu dibuatlah perlindungan
hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara
internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan UCC
(Universal Copyright Convention).
F. Berner Convention
Konvensi
Bern (Konvensi Berner), merupakan suatu persetujuan internasional
mengenai hak cipta yaitu mengenai karya-karya literatur (karya tulis)
dan artistik. Konvensi ini ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September
1986 dan telah mengalami beberapa perubahan. Revisi yang pertama
dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian dilakukan revisi
kembali di Berlin pada tanggal 13 November
1908. Penyempurnaan terus dilakukan tepatnya pada tanggal 24 Maret 1914
di Bern, kemudian direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928, di Brussels
pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan
yang paling terakhir di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Rumusan hak
cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirumuskan oleh
Auteurswet 1912.
Konvensi Paris
pada tahun 1883 merupakan suatu konvensi yang menginspirasi lahirnya
Konvensi Bern. Konvensi Bern membentuk suatu badan yang tidak jauh
berbeda dengan Konvensi Paris. Pembentukan badan tersebut bertujuan
untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan dari
masing-masing konvensi tersebut bergabung menjadi satu. Penggabungan
badan tersebut dikenal dengan Biro Internasional Bersatu untuk
Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa
Perancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern
ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi
internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi
WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974
merupakan organisasi di bawah PBB.
Perlindungan
hukum yang diberikan pada konvensi ini tentunya mengenai perlindungan
hak cipta yang nantinya diberikan terhadap suatu karya cipta hasil
kreasi para pencipta atau pemegang hak. Karya-karya yang dilindungi
tersebut antara lain karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala
hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk
pengutaraan apapun. Perlindungan hukum akan diberikan kepada pencipta
apabila pencipta tersebut merupakan warga negara yang tergabung dalam
anggota dalam konvensi ini. Pencipta yang mendapatkan perlindungan akan
memperoleh hak atas hasil karyanya.
Anggota konvensi ini yaitu berjumlah 160 Negara, angka tersebut diperoleh pada Januari
2006. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menjadi anggotanya
untuk melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari
negara-negara lain yang ikut tergabung juga dalam kovensi ini. Negara
yang melindungi para pencipta tersebut menganggap mereka adalah warga
negaranya sendiri. Misalnya saja, undang-undang hak cipta Perancis
berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di
Perancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali
diciptakan. Anggota-anggota yang tergabung di dalam konvensi bern
dikenal sebagai Uni Bern.
Pengecualian
diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku
terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang
bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini
dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau kultural.
Keikutsertaan
suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar,
yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam
perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a. Prinsip national treatment;
ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus
mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh
ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
b. Prinsip automatic protection; pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality)
c.
Prinsip independence of protection; bentuk perlindungan hukum hak cipta
diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum
Negara asal pencipta
G. UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi
Hak Cipta Universal (atau Universal Copyright Convention), disepakati
di Jenewa pada 1952. UCC merupakan salah satu dari dua konvensi
internasional utama melindungi hak cipta. Konvensi lain yang dimaksud
adalah Konvensi Bern. UCC dikembangkan oleh United
Nations Educational (Ilmu Pengetahuan dan Budaya) sebagai alternatif
dari Konvensi Bern. Konvensi ini disepakati agar negara-negara yang
tidak setuju dengan aspek-aspek dari Konvensi Bern, tapi masih ingin
berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta
multilateral.
Konvensi Hak cipta Universal merupakan Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO. Tujuan adanya konvensi ini yaitu untuk menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system
(anggota konvensi Bern) dan common law system (anggota konvensi hak
cipta regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat).
Konvensi
ini kemudian berkembang dan ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada
tanggal 16 September 1955. Konvensi ini melindungi karya dari
orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Hal ini
berarti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang
tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu
dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak
cipta tercapai.
Dalam
hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan
memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk
menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian
dan ilmu pengetahuan.
Perbandingan
antara kedua konvesi internacional tersebut, yaitu kalau konvensi bern
menganut dasar falsafah Eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak
alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat
individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika,
yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta
diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal
Copyright Conventionmengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya
ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Oleh karena
itu, ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat
ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Betway Casino - New York - MapyRO
BalasHapusFind the best gambling and entertainment in New York, New 대전광역 출장마사지 York. New 상주 출장안마 York Casino. 오산 출장안마 Address: 계룡 출장샵 1575 Canal 울산광역 출장마사지 Street New York, New York, NY 68819.